Buruh perempuan masih menghadapi berbagai masalah kekerasan berbasis gender di lingkungan kerja. Bentuk kekerasan ini muncul dalam berbagai wujud.
Ketua
Umum Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) Jumisih mengatakan, pelecehan seksual
termasuk dalam kategori kekerasan berbasis gender. Pelecehan ini menjadi momok
bagi setiap buruh perempuan yang bekerja di pabrik.
Ia
mengatakan, FLBP telah melakukan sebuah penelitian yang didasarkan pada
wawancara langsung kepada korban. Setidaknya sudah ada 25 kasus pelecehan
seksual yang terjadi sejak tahun 2012.
"Beberapa
waktu lalu kita lakukan penelitian dengan pendeketan persuasif. Sebenarnya ada
enggak sih korban pelecehan di tempat kerja? Lalu diperoleh informasi ada 25
kasus di 25 perusahaan di zona industri. Ini hal yang mengejutkan. Satu saja
kasus harus kita hadapi dan menjadi tanggung jawab bersama," kata Jumisih.
Pernyataan
ini disampaikannya saat acara peluncuran Sekolah Buruh Perempuan di Aula Balai
Dinas Ketenagakerjaan Jakarta Utara, Jalan Plumpang Semper, Koja, Jakarta
Utara, Sabtu (17/12/2016). Terhadap temuan itu, Jumisih kemudian menyampaikan
kepada pihak Kawasan Berikat Nusantara di Kawasan Cakung, Jakarta Utara.
Hasilnya
muncul kesepakatan untuk membuat sebuah kawasan bebas pelecehan seksual.
Menurutnya ini adalah sebuah langkah preventif agar pelecehan kasus seksual
tidak terulang.
"Kami
di FDLP mendekati dan menyampaikan hasil itu di Kawasan Berikat Nusantara. Dari
situ kami buat kesepakatan tertulis, pihak kawasan akan mendukung penghapusan
pelecehan di tempat kerja. Kami bersama pihak kawasan launching plang yang
bertuliskan 'kawasan bebas dari pelecehan seksual'. Ini tindakan preventif kita
agar tidak ada korban kelanjutan," ujar Jumisih.
Langkah
selanjutnya yang dilakukan adalah pemulihan mental terhadap korban. Jumisih
mengatakan banyak buruh perempuan yang tidak menyadari hal itu dikarenakan
tidak tahu dan atas dasar ketakutan.
"Karena
di kalangan buruh tidak mengerti itu adalah pelecehan, kadang juga karena
ketakutan. Seperti contohnya tidak dapat menolak ajakan kencan dari atasan.
Karena hal itu dilakukan oleh atasan mereka. Konfederasi Persatuan Buruh
Indonesia sudah beri dukunganya. Agar upaya isu perempuan ini sama pentingnya
ketika kita perjuangkan upah buruh, union busting dan lainnya," ucapnya.
Luviana
seorang mantan reporter dari stasiun televisi swasta juga mengatakan kekerasan
berbasis gender juga terjadi di industri media. Ia mengatakan ada diskriminasi
dalam perlakuan terhadap sesama jurnalis wanita.
"Saya
ceritakan kalau dalam hal jurnalis. Ada juga perbedaan perlakuan di antara
buruh perempuan. Bagaimana perlakuan reporter di lapangan dengan presenter di
studio itu berbeda. Presenter di studio mendapatkan fasilitas yang baik seperti
spa dan salon. Sementara reporter di lapangan mengurus diri mereka sendiri,"
kata Luviana yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta.
Meski
begitu, presenter di studio juga mengalami wujud kekerasan lainnya. Luviana
mengatakan, presenter wanita akan sangat dibatasi dalam makan. Bahkan ada
seorang presenter yang sehari hanya dibolehkan makan selembar roti tawar agar
tidak mengalami masalah berat badan.
Hal lain
diceritakan oleh seorang guru, Retno Listyarty yang juga menjabat sebagai
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia. Retno mengatakan, sangat
sulit bagi seorang guru perempuan untuk menjadi pemimpin di sekolah.
"Di
sekolah tempat saya mengajar, mayoritas guru adalah perempuan. Cuma ada 7 orang
guru pria. Tapi tetap saja kepala sekolahnya dari kaum pria," kata Retno.
Retno
mengatakan, secara umum tidak ada perbedaan yang menjadi tantangan bagi guru
dan buruh perempuan. Hal ini termasuk dalam kesulitan berorganisasi.
Menurutnya,
sebagai seorang perempuan berorganisasi mempunyai kerumitan tersendiri. Karena
selain harus aktif dalam organisasi, seorang perempuan juga harus mengurus
masalah rumah tangga.
"Banyak
juga di sekolah yang saat ini kesulitan untuk berorganisasi. Karena mereka
harus urus suami dan anak juga. Sehingga gaji yang sudah cukup, membuat mereka
enggan untuk menambah beban baru," tutur Retno yang pernah bersinggungan
dengan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ini.
Meski
demikian, Retno beranggapan bahwa berorganisasi adalah kunci untuk dapat
memperjuangkan hak-hak buruh perempuan. Dalam acara peluncuran SBP ini,
mereka berharap para buruh perempuan bisa mendapatkan penyadaran soal hak-hak.
Sekaligus juga dapat saling memberi dukungan dan advokasi.
Analisa
kasus:
Banyak
perusahaan atau pengusaha lebih memilih untuk mempekerjakan buruh perempuan
dibandingkan dengan buruh laki-laki. Alasannya, karena buruh perempuan lebih
rajin, enggan terlibat dalam serikat pekerja, dan cenderung patuh kepada
majikan. Padahal dalam pelaksanaannya, mayoritas pekerja perempuan yang
dipekerjakan dengan perjanjian outsourching atau pekerja temporer, lebih mudah
terkena PHK. Hal ini bisa terjadi tanpa alasan yang jelas, bisa karena pekerja
tersebut hamil atau terlibat dalam serikat pekerja.
Sejumlah
kasus yang terjadi pada pekerja perempuan, dapat terjadi karena pengusaha atau
majikan tidak memberikan perlindungan atau malah bersikap diskriminatif.
Sedangkan pemerintah yang semestinya membela hak-hak pekerja perempuan,
mengabaikan sejumlah kasus yang terjadi. Pemerintah tidak menindak perusahaan
atau pengusaha yang telah melakukan diskriminasi dan kekerasan terhadap pekerja
perempuan.
Berbagai
kebijakan diskriminatif juga masih dialami oleh pekerja perempuan. Untuk
jurnalis perempuan, masih banyak yang belum mendapatkan hak dan asuransi,
seperti pekerja laki-laki. Jurnalis perempuan yang bekerja di televisi,
kebanyakan hanya dinilai dari daya tarik fisik, tanpa melihat kemampuannya. Di
kasus lain, minimnya jumlah pekerja perempuan yang menempati posisi sebagai
pengambil keputusan dalam suatu perusahaan atau organisasi, juga merupakan
tindakan diskriminatif.
Dilema
yang juga dihadapi seorang pekerja perempuan adalah, ditengah kesibukannya
dalam karirnya, ia dituntut untuk tetap berperan aktif dalam rumah tangganya.
Tuntutan kehadiran dan tugas yang harus dilakukan seorang ibu, jauh lebih besar
dari tuntutan yang diberikan kepada ayah. Padahal Undang-Undang No. 7/
Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Tentang Penghapusan Segala Bentuk
Kekerasan Terhadap Perempuan (CEDAW) telah menetapkan, bahwa pekerja perempuan
dan laki-laki memiliki tanggungjawab yang sama dalam rumah tangga.
Opini:
Menurut saya sejumlah hal harus diperjuangkan oleh bukan hanya pekerja wanita tetapi semua yang peduli terhadap diskriminasi menuntut Pengusaha/ Majikan memberikan perlindungan kerja terhadap para buruh perempuan dan melakukan komitmen sesuai dengan UU yang berlaku. Kemudian juga menuntut Pemerintah agar tidak membiarkan pelanggaran-pelanggaran, kekerasan, diskriminasi terjadi pada buruh perempuan dan menghormati CEDAW serta semua Undang-Undang dan ratifikasi yang terimplementasi dalam gerakan non-diskriminasi dan non kekerasan terhadap buruh perempuan, seperti yang diusulkan para aktivis buruh perempuan. sehingga kejadian yang lampau tidak terjadi kembali.
Menurut saya sejumlah hal harus diperjuangkan oleh bukan hanya pekerja wanita tetapi semua yang peduli terhadap diskriminasi menuntut Pengusaha/ Majikan memberikan perlindungan kerja terhadap para buruh perempuan dan melakukan komitmen sesuai dengan UU yang berlaku. Kemudian juga menuntut Pemerintah agar tidak membiarkan pelanggaran-pelanggaran, kekerasan, diskriminasi terjadi pada buruh perempuan dan menghormati CEDAW serta semua Undang-Undang dan ratifikasi yang terimplementasi dalam gerakan non-diskriminasi dan non kekerasan terhadap buruh perempuan, seperti yang diusulkan para aktivis buruh perempuan. sehingga kejadian yang lampau tidak terjadi kembali.
Nama: Achmad Fahim
Kelas:
1KB08
NPM:
20117052